SIAPAKAH AHLU SUNNAH WAL JAMA`AH
Oleh :
M.Thoyib HM
|     Nabi Muhammad Saw. telah bersabda : “Sesungguhnya   Allah tidak mengumpulkan umatku dalam kesesatan selamanya, kekuatan Allah   bersama jama’ah maka ikutilah kelompok mayoritas dan barang siapa yang   menyimpang maka ia akan menyendiri dalam neraka”. HR. Turmudzi, Abu   Nu’aim, al-Hakim dari Ibn Umar ra. Dari diskripsi hadits   Nabi di atas, kita dapat membaca keberadaan umat Islam di akhir jaman.   Disamping itu, dalam hadits lainnya, Nabi menyatakan bahwa umatnya akan   terpecah menjadi 73 kelompok, yang dari kesemuanya hanya satu kelompok yang   selamat, Nabi sendiri dalam hadits tersebut mengistilahkan dengan Ahlussunnah   wal Jama’ah. Ahlussunnah wal Jama’ah,   sebagaiman disebutkan dalam kitab Ahlussunnah al-`Asya’irah adalah   istilah yang muncul untuk menunjukkan orang-orang yang berada pada jalan   ulama salaf yang shaleh dan memegang teguh ajaran al-Quran, al-Sunnah dan   al-Atsar yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad dan dari para shahabatnya. Term   ini hanya untuk membedakan sekte ini dari sekte-sekte lainnya yang termasuk   madzhab ahli bid’ah yang selalu mengikuti hawa nafsunya.  Kemunculan istilah ini   diilhami dan terinspirasi dari diskripsi hadits Nabi Muhammad dalam rekaman   haditsnya yang menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh   tiga golongan dan hanya satu yang selamat dan berhak menduduki surga yang   dijanjikan Allah dalam al-Qur'an, yakni firqah al-najiyah, Ahlussunnah   wal Jama'ah. Dan hal itu kini benar-benar menjadi realita yang kemunculannya   dimulai paska peralihan khalifahan Shahabat Utsman ibn Affan kepada Shahabat   Ali ibn Abu Thalib. Perpecahan itu diawali dengan pro dan kontra penerimaan   arbitrase (tahkim) yang dilakukan oleh pihak Ali ibn Abu Thalib dan   pihak Mu'awiyyah. Kelompok baru itu adalah Khawarij dan Syi’ah yang pada mula   kemunculannya hanya merupakan perpecahan madzhab politik, namun akhirnya   berimplikasi pada perpecahan pandangan dan sikap serta manhaj ushul al-din   (ilm al kalam). Kelompok yang oleh Nabi   Muhammad sudah didiskripsikan dan merupakan kelompok yang selamat nanti di   akhirat, pada awalnya merupakan kelompok jumhur (mayoritas) yang muncul   sebagai balance dari kedua madzhab yang telah mendahuluinya, Khawarij dan   Syi’ah. Namun pada perkembangannya madzhab jumhur mulai terpecah-pacah.   Perpecahan itu terus terjadi sehingga muncul satu madzhab yang disebut dengan   Ahlussunnah wal Jama’ah, mayoritas ulama menyimpulkannya bahwa madzhab itu   adalah sekte Ahlul Hadits, sekte Asya’irah dan sekte Maturidiyyah. Ketiga sekte ini bukanlah   merupakan aliran baru dalam zona kalam (teologi), tetapi mereka mengukuhkan   dan menegaskan kembali kemurnian ajaran para salaf al-shalih yang diwariskan   Nabi Muhammad kepada para pengikutnya dan seterusnya. Sebagaimana yang telah   diungkapkan Dr. Muhammad Sa'id Ramdlan al-Buthi dan para ilmuwan Islam   lainnya dalam kata pengantar kitab ahlussunnah al`asya’irah. Madzhab   yang didirikan oleh Ahmad ibn Hanbal (W. 241 H.), Abu Hasan al-`Asy’ari (W.   324 H.) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H.), hanya murni merupakan   pembelaan terhadap kebenaran dan orisinalitas ajaran Islam yang dibawa oleh   Nabi Muhammad. Hanya saja pasca   kemunculan dua sekte terahir, Asya’irah dan Maturidiyyah, tidak ditemukan   orang-orang yang ahli dalam berbagai bidang ilmu keagamaan kecuali ia adalah   penganut sekte Asy’ari dan Maturidi. Seperti dalam bidang Hadits disebutkan   al-Daruquthni, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Khathib al-Baghdadi, ibn al-Shalah,   al-Qaththan dan lain-lainnya merupakan penganut Asy’ari dan Maturidi. Dalam   bidang Tafsir al-Jashshash Abu ‘Amr al-Dani, al-Qurthubi, al-Razi,   al-Baidlawi dan ahli tafsir masyhur lainnya.  Dan dari ahli fiqh baik   yang bermadzhab Hanafi seperti al-Saraksi, ibn Nujaim, Abdul Aziz al-Bukhari,   ibn Abidin, al-Thahthawi dan mayoritas para ulama Pakistan dan India. Madzhab   Maliki seperti Ibn Rusyd, al-Syathibi, al-Qarafi, ibn al-Hajib, al-Dasuqi,   al-Sanusi, dan ulama-ulama mayoritas Maroko, madzhab Syafi’i seperti   al-Juwaini dan anaknya al-Haramain, al-Ghazali, al-Razi, al-Amudi,   al-Syairazi, al-Asfirayini, al-‘Izz ibn Abdussalam, al-Nawawi, al-Rafi’i,   Zakariya al-Anshari, ibn Hajar al-Haitami, al-Ramli, al-Bujairami, al-Baijuri   dan lainnya, ataupun madzhab Hanbali seperti al-Mawahibi al-Hanbali, ibn   al-Syatha al-Hanbali dan para imam-imam pendahulunya. Begitupun para pemimpin   gerakan Islam Dunia mayoritas mereka memeluk madzhab Asy’ari dan Maturidi   seperti, Shalahuddin al-Ayyubi, Raja-Raja dinasti Utsmaniyyah serta pimpinan   gerakan-gerakan Islam seperti Di Mesir, Maroko, Sudan, Irak, Pakistan, India   dan lainnya. Hal ini bukanlah tidak ditemukan orang-orang yang kompeten dalam   bidang tertentu dari madzhab ahlul hadits, tetapi karena sedikitnya para   ulama tidak menyebutnya secara perinci. Dari sekian banyak ulama   yang telah disebutkan diatas dan nama-nama lain yang tidak bisa disebutkan   adalah para pemeluk madzhab Asy’ari dan Maturidi dalam bidang teologi,   apabila mereka adalah termasuk orang-orang yang ahli bid’ah dan tersesat   keluar dari madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah dan termasuk kelompok yang rusak   dan diancam dengan siksa api neraka yang sangat pedih, maka sangatlah celaka   bagi mayoritas muslim dunia dari pasca madzahib al-arba’ah sampai sekarang   yang mengikuti madzhab mayoritas sehingga mencapai sembilan sepersepuluhnya   umat Islam di dunia?! Perlu dicermati tentang   hal ini, apabila mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang tersesat dan   menyesatkan, maka mata rantai ajaran Nabi Muhammad yang dibawa dan diwarisi   oleh para shahabatnya mengalami keterputusan. Dan pertanyaan yang perlu   dijawab putus dimanakah mata rantai ilmu atau agama itu? Pewarisan agama yang   terus berkelanjutan sampai sekarang merupakan warisan dari Nabi Muhammad yang   terus disampaikan secara kontinyu dan berantai dari Nabi Muhammad Saw. para   shahabat, para tabi’in dan seterusnya sampai sekarang. Dalam hal ini para   pendiri ketiga sektre adalah mereka para pewaris tradisi Islam baik dalam hal   idiologi atau lainnya, seperti fiqh dan tasawwuf. Mereka adalah para pengikut   al-Hanafi, al-Maliki, al-Syafi’i dan al-Hanbali dalam kawasan fiqh, sehingga   keterputusan mata rantai pengetahuan tidaklah mungkin dan mustahil   keberadaannya. Masyhur kiranya tentang siapakah guru-guru para pendiri   madzhab fiqh hingga sampai ke tangan Nabi Muhammad Saw. Jadi keterputusan   sanad ilmu dari Rasulullah sampai sekarang dalam hal ini sangat tidak   rasional dan arealistis. Jelaslah sudah dan tidak   bisa diragukan lagi bahwa kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah yang telah   didiskripsikan dalam rekaman sejarah Nabi Muhammad merupakan kelompok   teologis yang diusung oleh Abu Hasan al-‘Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi   dan Ahmad ibn Hanbal yang merupakan pengikut setia madzhab Hanbali,   sebagaimana pernyataan beberapa ulama madzhab fiqh seperti ulama Hanafiyyah,   Malikiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah.  Klaim ini bisa dibuktikan   dengan mayoritas para ilmuwan Islam yang menyatakan bahwa Ahlussunnah wal   Jama'ah yang dimaksud oleh Nabi Muhammad dalam haditsnya adalah ahlul hadits   yang menjadikan sumber keyakinannya berdasar pada al-Qur'an, al-Hadits dan   Ijma' para Ulama, ahli berfikir yang dalam hal ini adalah sekte Asya'irah dan   Maturidiyyah dan yang ketiga adalah ahlul kasyf dan wijdan yang   dalam hal ini adalah para tasawwuf. Implikasi dari diskripsi   Nabi Muhammad diatas berekses pada keberadaan seorang muslim di hari akhir   kelak, sebagaimana dinyatakan Abdul Fatah ibn Shalih Qudaisy al-Yafi'i dalam   kitab al-Manhajiyyah al-'Ammahnya "sesuatu yang maklum adanya   bahwa kebenaran dalam ushul dan teolog adalah satu dan perbedaan dalam ushul   dan akidah tidak diperbolehkan, berbeda dengan perbedaan dalam masalah   parsial fikih (furu' al-fiqhiyyah) dan hukum ketika sesuai dengan batasan dan   aturannya". Hal ini juga ditegaskan oleh Abu Ishaq al-Syathibi dalam   al-Muwafaqatnya yang menyatakan bahwa perbedaan yang terjadi pada diri   para jurism fiqh ada dasarnya semuanya benar walaupun kebenaran itu hanya ada   satu. Klaim pengakuan diri   sebagai ahlussunnahpun banyak dilakukan oleh beberapa kelompok yang merupakan   sempalan dari kesatuan Islam yang utuh dan besar. Dan penegasian oknom   tertentu tidak bisa terelakkan dengan memaparkan pernyataan bahwa semua   aliran selain alirannya adalah sesat, syirik dan kafir. Hal ini jelas tidak   sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak mudah untuk   menstempel rival-rivalnya dengan label murtad, syirik, kafir dan sesat. Kiranya sebagai umat   Islam yang besar dan mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan dunia dan   akhirat, kita harus waspada dan hati-hati terhadap sekte-sekte Islam yang   tidak sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, apalagi sekte-sekte baru   yang sampai mengatasnamakan Islam baru atau aliran baru yang sudah jelas   bahwa selain satu sekte Ahlussunnah wal Jama’ah jelas bukan kelompok yang   selamat. Hal itu oleh al-Sahrastani telah tertuangkan dalam karyanya di   bidang sejarah, al-Milal wa al-Nihal. Ketika sekte-sekte baru lahir   kita berhak bertanya aliran yang keberapa dan menginduk pada klasifikasi   mana? Sehingga kita bisa menilai apakah sekte baru, agama baru atau hanya   perubahan wajah melalui operasi berbagai kecacatan dan kejelekannya atau   malah makin memperparah kecacatan dan kerancuan akidah mereka? Agama yang mendapat   legitimasi atas kevaliditasannya hanya ada satu; yakni Islam dan Islam adalah   agama yang hanya mengakui Allah adalah tuhannya, Muhammad Saw. adalah   Rasul-Nya, al-Qur’an adalah kitab sucinya dan Ka’bah adalah kiblatnya. Dari   Islam yang universal ini secara manhaji fiqh terdapat beberapa sekte yang   tidak berimplikasi pada hal-hal yang prinsip dalam hal beragama. Namun, yang   paling mendasar dan prinsipal adalah perpecahan sekte dalam masalah keyakinan   atau akidah yang mampu menghantarkan umat manusia di akhirat kelak apakah ia   akan masuk surga atau bahkan kekal untuk selamanya dalam luapan api neraka. Na’uzubillah.  |